Di masa lajangnya, Nabi Muhammad saw pernah ingin meminang Ummu Hani, putrid pamannya. Tetapi segera diurungkannya karena tampaknya sang paman terlalu memandang harta dan kedudukan dalam memilih calon menantu. Padahal Muhammad lebih suka mengumpulkan amal saleh dari pada kekayaan.
Jadi, pada waktu beliau mau menerima saran beberapa kerabatnya untuk bersedia menjadi suami Khadijah yang usianya lebih tua lima belas tahun, hatinya bersih dari keinginan utnuk menguasai kekayaan calom istrinya itu, ataupun akibat dendam gara-gara batal menikah dengan Ummu Hani. Muhammad ikhlas menjadi suami Khadijah yang memiliki sifat-sifat keibuan yang menonjol. Muhammad membutuhkannya, sebab sejak berumur enam tahun ia sudah ditinggal ibunya, Aminah, buat selama-lamanya. Ia mendambakan kasih sayang bukan kepuasan syahwat. Ia merindukan surga yang damai di rumah tangganya, bukan lumuran kemewahan dan hawa nafsu yang begolak.
Wanita idaman, barangkali itulah julukan yang layak diberikan kepada Khadijah. Sebab, seperti yang dikatakan oleh seorang penulis sejarah, Khadijah adalah wanita yang sangat menghargai dan percaya sepenuh hati kepada suaminya. Cintanya memberikan jalan kemudahan bagi sang suami mengatasi kesulitan-kesulitannya. Ketabahan dan ketegarannya merupakan teladan bagi seorang pejuan sejati. Dengan setia, ia mendampingi suaminya sejak awal mula menyiarkan ajaran agamanya, padahal kala itu sangat bertentangan dengan kepercayaan kuat yang dianut kaumnya.
Boleh jadi, seandainya Khadijah dapat mendampingi Nabi hingga akdir masa perjuangannya, cukup dia seorang sebagai istrinya. Buktinya, sampai lebih dari tiga tahun sesudah Khadijah meninggal dunia, Rasulullah tidak tergerak untuk mencari penggantinya. Kalaupun kemudian ia menikahi beberapa istri, landasannya adalah wahyu dan berbagai alas an serta anjuran para sahabatnya.
Jadi, pada waktu beliau mau menerima saran beberapa kerabatnya untuk bersedia menjadi suami Khadijah yang usianya lebih tua lima belas tahun, hatinya bersih dari keinginan utnuk menguasai kekayaan calom istrinya itu, ataupun akibat dendam gara-gara batal menikah dengan Ummu Hani. Muhammad ikhlas menjadi suami Khadijah yang memiliki sifat-sifat keibuan yang menonjol. Muhammad membutuhkannya, sebab sejak berumur enam tahun ia sudah ditinggal ibunya, Aminah, buat selama-lamanya. Ia mendambakan kasih sayang bukan kepuasan syahwat. Ia merindukan surga yang damai di rumah tangganya, bukan lumuran kemewahan dan hawa nafsu yang begolak.
Wanita idaman, barangkali itulah julukan yang layak diberikan kepada Khadijah. Sebab, seperti yang dikatakan oleh seorang penulis sejarah, Khadijah adalah wanita yang sangat menghargai dan percaya sepenuh hati kepada suaminya. Cintanya memberikan jalan kemudahan bagi sang suami mengatasi kesulitan-kesulitannya. Ketabahan dan ketegarannya merupakan teladan bagi seorang pejuan sejati. Dengan setia, ia mendampingi suaminya sejak awal mula menyiarkan ajaran agamanya, padahal kala itu sangat bertentangan dengan kepercayaan kuat yang dianut kaumnya.
Boleh jadi, seandainya Khadijah dapat mendampingi Nabi hingga akdir masa perjuangannya, cukup dia seorang sebagai istrinya. Buktinya, sampai lebih dari tiga tahun sesudah Khadijah meninggal dunia, Rasulullah tidak tergerak untuk mencari penggantinya. Kalaupun kemudian ia menikahi beberapa istri, landasannya adalah wahyu dan berbagai alas an serta anjuran para sahabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar