Malang - Besok selama dua hari kota Malang akan menjadi tuan rumah sebuah "kenduri" nasional untuk membahas masa depan sepakbola Indonesia. Semestinya ini sebuah momentum untuk benar-benar berubah.
Sekitar 500 peserta dari berbagai elemen dan institusi akan berembuk di Kongres Sepakbola Nasional (KSN) yang digagas Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 30-31 Maret 2010. Presiden sendiri yang akan membuka kongres tersebut di GOR Ken Arok pada Selasa pagi.
Tak cuma peserta, 5.000-an personel keamanan disiagakan, 5.000-an suporter diperkirakan bakal meramaikan hajatan besar di bumi Kota Apel itu, dan tentu saja jutaan masyarakat pecinta sepakbola Indonesia akan mengikuti dari luar ruang kongres.
Biaya yang dianggarkan untuk kegiatan ini mencapai Rp 3 miliar. Tentu saja ini bukan jumlah yang kecil untuk menggelar event dua hari, guna membahas sesuatu yang telah bertahun-tahun menjadi penyakit. Jika dibuat satu perbandingan, angka itu kira-kira untuk membayar seorang pelatih timnas selama lima tahun -- pelatih terakhir timnas, Benny Dollo, digaji Rp 50 juta per bulan.
Warga Malang dengan dimotori Aremania telah memberi ucapan selamat datang pada peserta kongres. Spanduk dan poster dipasang di berbagai sudut jalan dengan berbagai pesan supaya KSN berjalan baik, aman, dan yang paling penting adalah menghasilkan solusi nyata.
Ketua panitia lokal Peni Suparto menyebut KSN sebagai momentum untuk membuat perubahan, tidak cuma untuk PSSI sebagai otoritas tertinggi sepakbola di dalam negeri, tapi juga semua pihak yang terlibat di dalamnya termasuk pemerintah, pemain, wasit, pelatih, suporter dan lain-lain.
"Forum sepakbola semacam ini barangkali sudah sangat sering diadakan, tapi saya optimistis KSN ini akan berbeda karena melibatkan semua unsur. Dari situ, kita bahas semua persoalan untuk kemudian mencetuskan solusi," ujar Peni yang juga walikota Malang itu saat meninjau persiapan akhir untuk acara pembukaan yang akan dihadiri langsung oleh Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono di GOR Ken Arok, Senin (29/3/2010).
Mendapatkan solusi untuk setiap detil masalah yang ada di wajah persepakbolaan dalam negeri, yang sudah sedemikian carut marutnya, seharusnya mutlak muncul dari KSN ini. Masyarakat sudah mencapai titik kesabaran bahkan (maaf) muak, melihat cabang olahraga paling merakyat ini berlama-lama berkubang di jurang keburukan: sistem kompetisi yang banyak kekurangan, manajemen yang masih jauh dari sekadar tekad 'profesional', pembinaan yang tidak jalan, kekerasan di dalam dan luar lapangan, sampai tolok ukur yang paling menyedihkan: nol prestasi di level internasional.
Sebagian besar masyarakat melihat pokok permasalahan ada di PSSI. Selama tujuh tahun organisasi ini dipimpin duet Ketua Umum Nurdin Halid dan Sekjen Nugraha Besoes, tidak ada yang piala yang dimenangi 11 anak-anak bangsa dari ratusan juta penduduk "Merah Putih". Tidak di Piala Tiger, SEA Games, apalagi di jenjang yang lebih tinggi di Asia dan Dunia (Olimpiade).
Tak cuma prestasi timnas, PSSI juga sangat sering membuat kontroversi mulai dari sistem kompetisi yang berubah-ubah, isu suap, sampai mengubah-ubah keputusannya sendiri, seperti menjatuhkan sanksi pada klub/pemain/ofisial/fans tertentu, untuk kemudian diringankan bahkan dianulir lagi. Tak heran ada anekdot di masyarakat, "jangan terlalu takut dengan keputusan Komdis. Naik banding saja, nanti hukumannya pasti akan dikurangi".
Sanksi yang diharapkan melahirkan efek jera pun tak pernah efektif. Suporter berulah pada awalnya dinyatakan dilarang hadir di stadion, tapi kemudian diubah lagi menjadi "dilarang ke stadion dengan memakai atribut tim". Apa bedanya? Apa pengaruhnya?
Belakangan ini saja polisi makin lebih berani mengambil inisiatif untuk melarang suporter sebuah tim datang ke stadion. Celakanya di Indonesia, kehadiran suporter bola di stadion amat dekat dengan kerusuhan.
Hanya saja, menjelang KSN, wacana "menyidang" PSSI (baca: merombak pengurus yang ada saat ini), seperti "malu-malu" di tingkat atas. Ketua umum KSN Agum Gumelar maupun ketua panitia lokal Peni Suparto selalu mengatakan bahwa PSSI hanya salah satu bagian yang akan di-KSN-kan.
Pemerintah melalui Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng juga enggan mengamini permintaan banyak pihak terutama masyarat untuk menjewer PSSI dan Nurdin. "KSN bukan kongres PSSi, tapi lebih besar dari itu. Semua harus terbuka pada kritik, ya pemerintah, klub, suporter, termasuk PSSI."
Sementara itu PSSI telah merapatkan barisannya menghadapi isu mereka akan "disidang" di KSN. Beberapa pengda telah mengingatkan bahwa mengubah PSSI hanya bisa dilakukan melalui mekanisme organisasi, bukan dari luar.
Maka, rekomendasi yang ditelurkan KSN semestinya tak sekadar rekomendasi di bibir atau di atas kertas saja, melainkan harus dilanjutkan dengan tindakan nyata. Permasalahannya adalah, adakah kekuatan hukum untuk menjadikan rekomendasi KSN sebagai sesuatu yang harus dijalankan (PSSI).
Nurdin saat mengikuti Rembug Sepakbola Nasional (RSN) yang digagas PWI Jawa Timur kemarin mengatakan, pihaknya bertekad akan mendengarkan dan memperhatikan setiap masukan untuk PSSI. Namun, ia pun mengatakan bahwa rekomendasi KSN tidak mengikat jika arahnya pada perombakan susunan pengurus.
Ketua panitia lokal Peni Suparto juga memberi jawaban yang "umum" saat menjawab pertanyaan detiksport, soal seberapa mengikat rekomendasi yang akan dilahirkan KSN ini? "Mengikat untuk semua masyarakat sepakbola Indonesia," ujar dia saat mengecek persiapan akhir KSN di GOR Ken Arok, Senin (29/3/2010).
Jika di tingkat atas ada kesan PSSI tidak semata-mata pihak yang paling bertanggung jawab dan dibahas di KSN, harapan itu barangkali bisa diarahkan kepada suporter, yang boleh jadi merupakan orang yang sangat merasakan sepakbola di akar rumput, yang mengikuti perkembangan sepakbola setiap hari, menonton pertandingannya hampir setiap minggu, dan lain-lain.
Teragendakan Senin malam ini akan digelar Kongres Suporter Sepakbola Nasional (KSSN) di Wisma Bela Negara Malang, yang diikuti sekitar 54 kelompok suporter. Rekomendasi yang lahir rencananya akan dibawa ke KSN, sebagaimana perwakilan mereka di kongres hanya sekitar 30-an orang.
Isu terakhir yang beredar adalah, rekomendasi terbaik yang paling mungkin dihasilkan KSN untuk PSSI adalah diadakan Kongres Luar Biasa (KLB). Jika memang hanya itu yang bisa dilakukan, dan oleh karena KLB hanya bisa dilakukan oleh orang-orang PSSI, pertanyaan mendasar yang bukan hal baru adalah: maukah PSSI (kali ini benar-benar) berubah.
Selamat menggelar KSN. Semoga melahirkan solusi terbaik … dan melaksanakannya.
( a2s / arp )
Sekitar 500 peserta dari berbagai elemen dan institusi akan berembuk di Kongres Sepakbola Nasional (KSN) yang digagas Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 30-31 Maret 2010. Presiden sendiri yang akan membuka kongres tersebut di GOR Ken Arok pada Selasa pagi.
Tak cuma peserta, 5.000-an personel keamanan disiagakan, 5.000-an suporter diperkirakan bakal meramaikan hajatan besar di bumi Kota Apel itu, dan tentu saja jutaan masyarakat pecinta sepakbola Indonesia akan mengikuti dari luar ruang kongres.
Biaya yang dianggarkan untuk kegiatan ini mencapai Rp 3 miliar. Tentu saja ini bukan jumlah yang kecil untuk menggelar event dua hari, guna membahas sesuatu yang telah bertahun-tahun menjadi penyakit. Jika dibuat satu perbandingan, angka itu kira-kira untuk membayar seorang pelatih timnas selama lima tahun -- pelatih terakhir timnas, Benny Dollo, digaji Rp 50 juta per bulan.
Warga Malang dengan dimotori Aremania telah memberi ucapan selamat datang pada peserta kongres. Spanduk dan poster dipasang di berbagai sudut jalan dengan berbagai pesan supaya KSN berjalan baik, aman, dan yang paling penting adalah menghasilkan solusi nyata.
Ketua panitia lokal Peni Suparto menyebut KSN sebagai momentum untuk membuat perubahan, tidak cuma untuk PSSI sebagai otoritas tertinggi sepakbola di dalam negeri, tapi juga semua pihak yang terlibat di dalamnya termasuk pemerintah, pemain, wasit, pelatih, suporter dan lain-lain.
"Forum sepakbola semacam ini barangkali sudah sangat sering diadakan, tapi saya optimistis KSN ini akan berbeda karena melibatkan semua unsur. Dari situ, kita bahas semua persoalan untuk kemudian mencetuskan solusi," ujar Peni yang juga walikota Malang itu saat meninjau persiapan akhir untuk acara pembukaan yang akan dihadiri langsung oleh Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono di GOR Ken Arok, Senin (29/3/2010).
Mendapatkan solusi untuk setiap detil masalah yang ada di wajah persepakbolaan dalam negeri, yang sudah sedemikian carut marutnya, seharusnya mutlak muncul dari KSN ini. Masyarakat sudah mencapai titik kesabaran bahkan (maaf) muak, melihat cabang olahraga paling merakyat ini berlama-lama berkubang di jurang keburukan: sistem kompetisi yang banyak kekurangan, manajemen yang masih jauh dari sekadar tekad 'profesional', pembinaan yang tidak jalan, kekerasan di dalam dan luar lapangan, sampai tolok ukur yang paling menyedihkan: nol prestasi di level internasional.
Sebagian besar masyarakat melihat pokok permasalahan ada di PSSI. Selama tujuh tahun organisasi ini dipimpin duet Ketua Umum Nurdin Halid dan Sekjen Nugraha Besoes, tidak ada yang piala yang dimenangi 11 anak-anak bangsa dari ratusan juta penduduk "Merah Putih". Tidak di Piala Tiger, SEA Games, apalagi di jenjang yang lebih tinggi di Asia dan Dunia (Olimpiade).
Tak cuma prestasi timnas, PSSI juga sangat sering membuat kontroversi mulai dari sistem kompetisi yang berubah-ubah, isu suap, sampai mengubah-ubah keputusannya sendiri, seperti menjatuhkan sanksi pada klub/pemain/ofisial/fans tertentu, untuk kemudian diringankan bahkan dianulir lagi. Tak heran ada anekdot di masyarakat, "jangan terlalu takut dengan keputusan Komdis. Naik banding saja, nanti hukumannya pasti akan dikurangi".
Sanksi yang diharapkan melahirkan efek jera pun tak pernah efektif. Suporter berulah pada awalnya dinyatakan dilarang hadir di stadion, tapi kemudian diubah lagi menjadi "dilarang ke stadion dengan memakai atribut tim". Apa bedanya? Apa pengaruhnya?
Belakangan ini saja polisi makin lebih berani mengambil inisiatif untuk melarang suporter sebuah tim datang ke stadion. Celakanya di Indonesia, kehadiran suporter bola di stadion amat dekat dengan kerusuhan.
Hanya saja, menjelang KSN, wacana "menyidang" PSSI (baca: merombak pengurus yang ada saat ini), seperti "malu-malu" di tingkat atas. Ketua umum KSN Agum Gumelar maupun ketua panitia lokal Peni Suparto selalu mengatakan bahwa PSSI hanya salah satu bagian yang akan di-KSN-kan.
Pemerintah melalui Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng juga enggan mengamini permintaan banyak pihak terutama masyarat untuk menjewer PSSI dan Nurdin. "KSN bukan kongres PSSi, tapi lebih besar dari itu. Semua harus terbuka pada kritik, ya pemerintah, klub, suporter, termasuk PSSI."
Sementara itu PSSI telah merapatkan barisannya menghadapi isu mereka akan "disidang" di KSN. Beberapa pengda telah mengingatkan bahwa mengubah PSSI hanya bisa dilakukan melalui mekanisme organisasi, bukan dari luar.
Maka, rekomendasi yang ditelurkan KSN semestinya tak sekadar rekomendasi di bibir atau di atas kertas saja, melainkan harus dilanjutkan dengan tindakan nyata. Permasalahannya adalah, adakah kekuatan hukum untuk menjadikan rekomendasi KSN sebagai sesuatu yang harus dijalankan (PSSI).
Nurdin saat mengikuti Rembug Sepakbola Nasional (RSN) yang digagas PWI Jawa Timur kemarin mengatakan, pihaknya bertekad akan mendengarkan dan memperhatikan setiap masukan untuk PSSI. Namun, ia pun mengatakan bahwa rekomendasi KSN tidak mengikat jika arahnya pada perombakan susunan pengurus.
Ketua panitia lokal Peni Suparto juga memberi jawaban yang "umum" saat menjawab pertanyaan detiksport, soal seberapa mengikat rekomendasi yang akan dilahirkan KSN ini? "Mengikat untuk semua masyarakat sepakbola Indonesia," ujar dia saat mengecek persiapan akhir KSN di GOR Ken Arok, Senin (29/3/2010).
Jika di tingkat atas ada kesan PSSI tidak semata-mata pihak yang paling bertanggung jawab dan dibahas di KSN, harapan itu barangkali bisa diarahkan kepada suporter, yang boleh jadi merupakan orang yang sangat merasakan sepakbola di akar rumput, yang mengikuti perkembangan sepakbola setiap hari, menonton pertandingannya hampir setiap minggu, dan lain-lain.
Teragendakan Senin malam ini akan digelar Kongres Suporter Sepakbola Nasional (KSSN) di Wisma Bela Negara Malang, yang diikuti sekitar 54 kelompok suporter. Rekomendasi yang lahir rencananya akan dibawa ke KSN, sebagaimana perwakilan mereka di kongres hanya sekitar 30-an orang.
Isu terakhir yang beredar adalah, rekomendasi terbaik yang paling mungkin dihasilkan KSN untuk PSSI adalah diadakan Kongres Luar Biasa (KLB). Jika memang hanya itu yang bisa dilakukan, dan oleh karena KLB hanya bisa dilakukan oleh orang-orang PSSI, pertanyaan mendasar yang bukan hal baru adalah: maukah PSSI (kali ini benar-benar) berubah.
Selamat menggelar KSN. Semoga melahirkan solusi terbaik … dan melaksanakannya.
( a2s / arp )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar