Pasar Modal Syariah adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek yang menjalankan kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam.
Pengertian Prinsip Syariah
Dalam Kamus Perbankan Syariah disebutkan bahwa Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau kegiatan pembiayaan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan ata barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
melakukan transaksi keuangan termasuk investasi berdasarkan prinsip syariah haruslah menjauhi hal-hal berikut ini:
1.Riba.
2.Uang bukan komoditi, tetapi sebagai alat tukar saja.
3.Gharar atau ketidakpastian.
4.Maisir, yaitu tindakan berjudi atau gambling
5.Dalam setiap hasil harus menanggung resiko terhadap hasil tersebut.
”Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al Baqarah:275)
Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Dan Investasi
Kegiatan pembiayaan dan investasi keuangan menurut Syariah pada prinsipnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemilik Harta (Investor) terhadap Pemilik Usaha (Emiten) untuk memberdayakan Pemilik Usaha dalam melakukan kegiatan usahanya dimana Pemilik Harta (Investor) berharap untuk memperoleh manfaat tertentu. Karena itu kegiatan pembiayaan dan investasi keuangan adalah termasuk kegiatan usaha dari pemilik harta namun secara pasif. Sehingga prinsip Syariah dalam pembiayaan dan investasi keuangan pada dasarnya sama dengan pada kegiatan usaha lainnya yaitu prinsip kehalalan dan keadilan. Secara umum prinsip tersebut adalah:
1.Pembiayaan dan investasi hanya dapat dilakukan pada aset atau kegiatan usaha yang halal, dimana kegiatan usaha tersebut adalah spesifik dan bermanfaat sehingga atas manfaat yang timbul dapat dilakukan bagi hasil.
2.Karena uang adalah alat bantu pertukaran nilai dan Pemilik Harta akan menerima bagi hasil dari manfaat yang timbul dari kegiatan usaha, maka pembiayaan dan investasi harus pada mata uang yang sama dengan pembukuan kegiatan usaha.
3.Aqad yang terjadi antara Pemilik Harta (Investor) dengan Pemilik Usaha (Emiten), dan tindakan maupun informasi yang diberikan Pemilik Usaha (Emiten) serta mekanisme pasar (Bursa dan Self Regulating Organization lainnya) tidak boleh menimbul kondisi keraguan yang dapat menyebabkan kerugian.
4.Pemilik Harta (Investor) dan Pemilik Usaha (Emiten) tidak boleh mengambil resiko yang melebihi kemampuan (maysir) yang dapat menimbulkan kerugian yang sebenarnya dapat dihindari.
5.Pemilik Harta (Investor), Pemilik Usaha (Emiten) maupun Bursa dan Self Regulating Organization lainnya tidak boleh melakukan hal-hal yang menyebabkan gangguan yang disengaja atas mekanisme pasar, baik dari segi penawaran (supply) maupun dari segi permintaan (demand).
Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Di Pasar Modal
Seperti diketahui, bentuk ideal dari pasar modal dapat dicapai dengan terpenuhinya empat pilar pasar modal, yaitu:
1.Emiten dan efek yang diterbitkannya memenuhi kaidah keadilan, kehati-hatian dan transparansi;
2.Pelaku pasar (investor) yang telah memiliki pemahaman yang baik tentang risiko dan manfaat transaksi di pasar modal
3.Infrastruktur informasi bursa efek yang transparan dan tepat waktu yang merata di publik yang ditunjang oleh mekanisme pasar yang wajar;
4.Pengawasan dan penegakan hukum oleh otoritas pasar modal dapat diselenggarakan secara efisien, efektif dan ekonomis.
Dari penjelasan tersebut di atas, terlihat bahwa prinsip-prinsip Syariah sudah meliputi semua prinsip dari pasar modal yang ideal. Namun prinsip-prinsip Syariah juga memberikan penekanan (emphasis) pada
1.Kehalalan produk/jasa dari kegiatan usaha, karena menurut prinsip Syariah manusia hanya boleh memperoleh keuntungan atau penambahan harta dari hal-hal yang halal dan baik.
2.Adanya kegiatan usaha yang spesifik dengan manfaat yang jelas, sehingga tidak ada keraguan akan hasil usaha yang akan menjadi obyek dalam perhitungan keuntungan yang diperoleh.
3.Adanya mekanisme bagi hasil yang adil baik dalam untung maupun rugi- menurut penyertaan masing-masing pihak.
4.Penekanan pada mekanisme pasar yang wajar dan prinsip kehati-hatian baik pada emiten maupun investor.
Emiten Dengan Prinsip Syariah
Pembiayaan dan investasi keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah hanya dapat diberikan kepada perusahaan yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah. Kegiatan perdagangan dan usaha yang sesuai dengan syariah Islam adalah kegiatan yang tidak berkaitan dengan produk atau jasa yang haram (misalnya makanan haram, perjudian, maksiat) dan menghindari cara perdagangan dan usaha yang dilarang (termasuk riba, gharar, maysir). Karena itu tidak semua perusahaan dapat memenuhi kualifikasi sebagai emiten syariah, sehingga diperlukan fatwa ulama untuk memastikan pemenuhan kualifikasi tersebut.
Secara umum dapat dikatakan bahwa Syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik dari produk yang menjadi obyek, dari cara perolehannya, serta dari cara penggunaannya. Sehingga ketentuan umum mengenai Emiten yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah adalah:
1.Halal Produk dan jasa.
Emiten dilarang mempunyai obyek usaha yang haram seperti makanan-minuman yang tergolong haram, hal-hal yang berkaitan dengan maksiat dan pornografi, narkoba, begitu juga yang lebih banyak mudharat dibanding dengan manfaatnya misalnya senjata dan rokok. Bahkan Emiten yang bergerak pada dunia hiburan serta perusahaan jasa hospitality yang memudahkan terjadinya maksiat juga umumnya dihindari oleh Investor.
2.Halal Cara Perolehan
Emiten harus mendapat penghasilan usaha dari usaha ekonomi secara ridho sama ridho serta tidak bertindak zholim dan tidak boleh diperlakukan zholim
3.Halal Cara Perolehan (Prinsip Keterbukaan)
Emiten harus menjalankan kegiatan usaha dengan cara yang baik, memenuhi prinsip keterbukaan. Dalam penawaran perdana, Emiten harus menyatakan dengan jelas pada kegiatan usaha spesifik yang mana hasil emisi akan digunakan.
4.Halal Cara Pemakaian Dalam Manajemen Usaha
Emiten harus mempunyai manajemen yang berperilaku Islami, menghormati hak azazi manusia, menjaga lingkungan hidup, melaksanakan good corporate governance, serta tidak spekulatif dan memegang teguh prinsip kehati-hatian
5.Halal Cara Pemakaian
Emiten harus mempunyai pembukuan yang jelas รข€“dan sebaiknya terpisah- mengenai kegiatan usaha yang dibiayai, sehingga dapat dinyatakan dengan transparan dan adil manfaat atau hasil usaha yang diperoleh pada kegiatan usaha yang dibiayai.
Kegiatan Pasar Modal Menurut Syariah
Investasi Keuangan Syariah – Saham
Emisi Saham Syariah adalah saham-saham yang memenuhi ketentuan Dewan Syariah Nasional untuk dikategorikan sebagai saham yang sesuai dengan prinsip-prinisp Syariah Islam.
Investasi menurut definisi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana, pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkat nilainya di masa mendatang. Sedangkan investasi keuangan adalah menanamkan dana pada suatu surat berharga yang diharapkan akan meningkat nilainya di masa mendatang.
Investasi keuangan menurut Syariah dapat berkaitan dengan kegiatan perdagangan atau kegiatan usaha, dimana kegiatan usaha dapat berbentuk usaha yang berkaitan dengan suatu produk atau aset maupun usaha jasa. Namun investasi keuangan menurut Syariah harus terkait secara langsung dengan suatu aset atau kegiatan usaha yang spesifik dan menghasilkan manfaat, karena hanya atas manfaat tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Karena itu salah satu bentuk investasi yang sesuai dengan Syariah adalah membeli saham perusahaan, baik perusahaan non publik (private equity) maupun perusahaan publik/terbuka.
Investasi Keuangan Tidak Langsung – Reksa Dana
Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investa
Disamping investasi secara mandiri atau secara langsung, Investor juga dapat meminta pihak lain yang dipercaya dan dipandang lebih memiliki kemampuan untuk mengelola investasi. Sehingga timbul kebutuhan akan Manajer Investasi yang memahami investasi secara syariah dan kebutuhan akan Reksa Dana Syariah. Manajer Investasi, dengan aqad Wakala, akan menjadi wakil dari Investor untuk kepentingan dan atas nama Investor. Sedangkan Reksa Dana Syariah akan bertindak dalam aqad Mudharabah sebagai Mudharib yang mengelola dana/harta milik bersama dari para Pemilik Harta. Sebagai bukti penyertaan Pemilik Dana akan mendapat Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah. Tetapi Reksa Dana Syariah sebenarnya tidak bertindak sebagai Mudharib murni karena Reksa Dana Syariah akan menempatkan kembali dana ke dalam kegiatan Emiten melalui pembelian Efek Syariah. Dalam hal ini Reksa Dana Syariah berperan sebagai Mudharib dan Emiten berperan sebagai Mudharib. Oleh karena itu hubungan ini disebut sebagai ikatan Mudharaba Bertingkat.
Pembiayaan Usaha Syariah – Obligasi Syariah
Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Pembiayaan usaha berjangka panjang dalam bentuk bukan ekuitas dalam pasar modal dikenal sebagai pembiayaan dengan menerbitkan Obligasi. Menurut definisi Obligasi adalah surat berharga (efek) hutang jangka panjang yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan atau pemerintah (emiten) dengan ketentuan suku bunga dan tanggal jatuh tempo tertentu.
Jenis-jenis akad yang dapat digunakan dalam penerbitan Obligasi Syariah adalah:
(1)Mudharabah(Muqaradhah)/Qiradh
(2)Musyarakah
(3)Murabahah
(4)Salam
(5)Istishna
(6) Ijarah
Prinsip Syariah melarang untuk meminta atau memberi tambahan (imbalan) atas pemberian hutang karena hutang dikategorikan sebagai kegiatan tolong menolong yang lebih sarat unsur sosialnya. Sehingga dalam transaksi ekonomi Syariah tidak dikenal adanya hutang. Namun prinsip Syariah mengenal Kewajiban yang hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset/produk (maal) atau jasa (amal) yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiayaan. Kewajiban ini umumnya berkaitan dengan transaksi perniagaan dimana kondisi tidak tunai tersebut dapat terjadi karena penundaan pembayaran atau penundaan penyerahan obyek transaksi (mal atau amal).
Mekanisme Pasar Modal Menurut Syariah
Mekanisme Bursa Efek
Salah satu pilar dari bentuk pasar modal ideal adalah adanya infrastruktur informasi bursa efek yang transparan, tepat waktu dan merata di publik ditunjang oleh mekanisme pasar yang wajar. Mekanisme Bursa Efek yang wajar juga menyangkut kewajaran permintaan dan penawaran serta menyangkut niat Investor dalam melakukan transaksi. Secara umum mekanisme Bursa Efek yang wajar menurut Syariah meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1.Kewajaran Penawaran - menjual Efek yang Belum Dimiliki
Prinsip Syariah melarang suatu pihak untuk menjual barang (Efek) yang belum dimiliki. Akibatnya short selling dengan menjual Efek yang belum dimiliki untuk kemudian (berusaha) membeli Efek yang sama pada hari yang sama untuk memenuhi kewajiban yang terbentuk pada saat menjual Efek, menjadi dilarang.
2.Kewajaran Penawaran - mengganggu Jumlah Efek yang Beredar
Prinsip Syariah melarang gangguan pada penawaran yang dicontohkan dengan praktek menimbun barang dan praktek membeli hasil pertanian dari petani sebelum petani tersebut sampai di pasar.
3.Kewajaran Permintaan - adanya Permintaan Palsu
Prinsip Syariah melarang suatu pihak membeli atau mengajukan permintaan untuk membeli tanpa memiliki kebutuhan dan daya beli. Karena itu transaksi marjin dilarang karena Investor pembeli sebenarnya tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli Efek tersebut.
4.Kewajaran Kekuatan Pasar - Likuiditas Perdagangan
Pasar yang wajar akan menghasilkan harga transaksi yang wajar sehingga disebut sebagai harga pasar wajar. Oleh karena itu prinsip Syariah menginginkan adanya kegiatan pasar yang wajar, termasuk dalam hal likuiditas perdagangan. Sehingga harga yang terbentuk dalam transaksi di Bursa Efek merefleksikan kekuatan tawar menawar pasar yang sebenarnya.
Indeks Harga Syariah
Investasi dalam pasar modal, khususnya dalam saham, memiliki profil resiko dan hasil yang berbeda dengan investasi keuangan lainnya. Karena itu setiap investor perlu memahami apakah investasinya telah memberikan hasil yang lebih baik dari rata-rata pasar. Sehingga di pasar modal yang telah maju diperlukan adanya tolok ukur (benchmark) yang umumnya berupa suatu indeks harga, misalnya indeks harga saham. Disamping sebagai tolok ukur, indeks syariah diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan investor dan untuk mengembangkan reksa dana syariah. Melalui indeks syariah diharapkan investor lebih mendapatkan transparansi akan laporan keuangan yang disumbangkan oleh para praktisi, pemenuhan ketentuan syariah sebagai hasil peran serta Dewan Syariah Nasional serta accountibility dari pihak Bursa Efek yang melakukan monitoring.
Prinsip Syariah sebenarnya cukup jelas dan berkeadilan, sehingga sangat sesuai untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dalam menjaga keimanan, kehidupan, akal, keturunan dan harta benda mereka. Sayangnya banyak konsep yang baik dari Solusi Syariah ini belum difahami oleh masyarakat. Aqad-aqad Syariah penunjang transaksi ekonomi juga mempunyai rentang cakupan yang cukup luas dan layak diterapkan. Sementara investasi pada Efek berupa Saham maupun Obligasi pada hakekatnya sesuai dengan prinsip Syariah, kecuali pada hal-hal tertentu yang memerlukan penyesuaian. Khususnya pada kegiatan usaha dan hasil usaha Emiten yang harus memenuhi prinsip halal dan baik.
Mengingat hutang menurut Syariah tidak berhak atas tambahan atau hasil atas pengembalian hutang. Kewajiban dalam syariah dapat timbul dari perdagangan yang tidak tunai atau akibat kegiatan investasi. Secara alami investasi mengenal hasil positif atau negatif, sehingga pemilik dana yang melakukan investasi harus siap menanggung resiko. Sebenarnya istilah Obligasi bisa menyesatkan karena menurut ketentuan yang umum berlaku Obligasi adalah surat hutang jangka panjang. Karena itu untuk pengembangan Obligasi Syariah diperlukan inovasi aqad yang tetap harus dalam koridor Syariah Islam. Namun Obligasi Syariah sangat diperlukan untuk membina semangat investasi Syariah karena sifat kepastian hasil dan kemungkinan pengembalian modal awal investasi.
Mekanisme perdagangan Bursa Efek melalui sistim lelang menerus juga sesuai dengan prinsip Syariah. Namun ketentuan yang ada masih memungkinkan terciptanya kondisi gharar dan maysir dengan praktek tadlis (ketidak sempurnaan informasi), ikhtikar (gangguan pada penawaran) dan najasy (gangguan pada permintaan). Oleh karena itu perlu diterapkan tambahan ketentuan bagi Efek yang dicatat sebagai mengikuti prinsip Syariah (Efek Syariah). Ketentuan ini akan berlaku baik bagi Emiten maupun bagi Investor. Dengan demikian sebenarnya tidak perlu dibentuk bursa efek terpisah sebagai Bursa Efek Syariah. Namun bila dapat didirikan bursa efek terpisah sebagai Bursa Efek Syariah tentunya penerapan prinsip Syariah di Pasar Modal dapat lebih mudah dilaksanakan.
Pengertian Prinsip Syariah
Dalam Kamus Perbankan Syariah disebutkan bahwa Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau kegiatan pembiayaan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan ata barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
melakukan transaksi keuangan termasuk investasi berdasarkan prinsip syariah haruslah menjauhi hal-hal berikut ini:
1.Riba.
2.Uang bukan komoditi, tetapi sebagai alat tukar saja.
3.Gharar atau ketidakpastian.
4.Maisir, yaitu tindakan berjudi atau gambling
5.Dalam setiap hasil harus menanggung resiko terhadap hasil tersebut.
”Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al Baqarah:275)
Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Dan Investasi
Kegiatan pembiayaan dan investasi keuangan menurut Syariah pada prinsipnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemilik Harta (Investor) terhadap Pemilik Usaha (Emiten) untuk memberdayakan Pemilik Usaha dalam melakukan kegiatan usahanya dimana Pemilik Harta (Investor) berharap untuk memperoleh manfaat tertentu. Karena itu kegiatan pembiayaan dan investasi keuangan adalah termasuk kegiatan usaha dari pemilik harta namun secara pasif. Sehingga prinsip Syariah dalam pembiayaan dan investasi keuangan pada dasarnya sama dengan pada kegiatan usaha lainnya yaitu prinsip kehalalan dan keadilan. Secara umum prinsip tersebut adalah:
1.Pembiayaan dan investasi hanya dapat dilakukan pada aset atau kegiatan usaha yang halal, dimana kegiatan usaha tersebut adalah spesifik dan bermanfaat sehingga atas manfaat yang timbul dapat dilakukan bagi hasil.
2.Karena uang adalah alat bantu pertukaran nilai dan Pemilik Harta akan menerima bagi hasil dari manfaat yang timbul dari kegiatan usaha, maka pembiayaan dan investasi harus pada mata uang yang sama dengan pembukuan kegiatan usaha.
3.Aqad yang terjadi antara Pemilik Harta (Investor) dengan Pemilik Usaha (Emiten), dan tindakan maupun informasi yang diberikan Pemilik Usaha (Emiten) serta mekanisme pasar (Bursa dan Self Regulating Organization lainnya) tidak boleh menimbul kondisi keraguan yang dapat menyebabkan kerugian.
4.Pemilik Harta (Investor) dan Pemilik Usaha (Emiten) tidak boleh mengambil resiko yang melebihi kemampuan (maysir) yang dapat menimbulkan kerugian yang sebenarnya dapat dihindari.
5.Pemilik Harta (Investor), Pemilik Usaha (Emiten) maupun Bursa dan Self Regulating Organization lainnya tidak boleh melakukan hal-hal yang menyebabkan gangguan yang disengaja atas mekanisme pasar, baik dari segi penawaran (supply) maupun dari segi permintaan (demand).
Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Di Pasar Modal
Seperti diketahui, bentuk ideal dari pasar modal dapat dicapai dengan terpenuhinya empat pilar pasar modal, yaitu:
1.Emiten dan efek yang diterbitkannya memenuhi kaidah keadilan, kehati-hatian dan transparansi;
2.Pelaku pasar (investor) yang telah memiliki pemahaman yang baik tentang risiko dan manfaat transaksi di pasar modal
3.Infrastruktur informasi bursa efek yang transparan dan tepat waktu yang merata di publik yang ditunjang oleh mekanisme pasar yang wajar;
4.Pengawasan dan penegakan hukum oleh otoritas pasar modal dapat diselenggarakan secara efisien, efektif dan ekonomis.
Dari penjelasan tersebut di atas, terlihat bahwa prinsip-prinsip Syariah sudah meliputi semua prinsip dari pasar modal yang ideal. Namun prinsip-prinsip Syariah juga memberikan penekanan (emphasis) pada
1.Kehalalan produk/jasa dari kegiatan usaha, karena menurut prinsip Syariah manusia hanya boleh memperoleh keuntungan atau penambahan harta dari hal-hal yang halal dan baik.
2.Adanya kegiatan usaha yang spesifik dengan manfaat yang jelas, sehingga tidak ada keraguan akan hasil usaha yang akan menjadi obyek dalam perhitungan keuntungan yang diperoleh.
3.Adanya mekanisme bagi hasil yang adil baik dalam untung maupun rugi- menurut penyertaan masing-masing pihak.
4.Penekanan pada mekanisme pasar yang wajar dan prinsip kehati-hatian baik pada emiten maupun investor.
Emiten Dengan Prinsip Syariah
Pembiayaan dan investasi keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah hanya dapat diberikan kepada perusahaan yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah. Kegiatan perdagangan dan usaha yang sesuai dengan syariah Islam adalah kegiatan yang tidak berkaitan dengan produk atau jasa yang haram (misalnya makanan haram, perjudian, maksiat) dan menghindari cara perdagangan dan usaha yang dilarang (termasuk riba, gharar, maysir). Karena itu tidak semua perusahaan dapat memenuhi kualifikasi sebagai emiten syariah, sehingga diperlukan fatwa ulama untuk memastikan pemenuhan kualifikasi tersebut.
Secara umum dapat dikatakan bahwa Syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik dari produk yang menjadi obyek, dari cara perolehannya, serta dari cara penggunaannya. Sehingga ketentuan umum mengenai Emiten yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah adalah:
1.Halal Produk dan jasa.
Emiten dilarang mempunyai obyek usaha yang haram seperti makanan-minuman yang tergolong haram, hal-hal yang berkaitan dengan maksiat dan pornografi, narkoba, begitu juga yang lebih banyak mudharat dibanding dengan manfaatnya misalnya senjata dan rokok. Bahkan Emiten yang bergerak pada dunia hiburan serta perusahaan jasa hospitality yang memudahkan terjadinya maksiat juga umumnya dihindari oleh Investor.
2.Halal Cara Perolehan
Emiten harus mendapat penghasilan usaha dari usaha ekonomi secara ridho sama ridho serta tidak bertindak zholim dan tidak boleh diperlakukan zholim
3.Halal Cara Perolehan (Prinsip Keterbukaan)
Emiten harus menjalankan kegiatan usaha dengan cara yang baik, memenuhi prinsip keterbukaan. Dalam penawaran perdana, Emiten harus menyatakan dengan jelas pada kegiatan usaha spesifik yang mana hasil emisi akan digunakan.
4.Halal Cara Pemakaian Dalam Manajemen Usaha
Emiten harus mempunyai manajemen yang berperilaku Islami, menghormati hak azazi manusia, menjaga lingkungan hidup, melaksanakan good corporate governance, serta tidak spekulatif dan memegang teguh prinsip kehati-hatian
5.Halal Cara Pemakaian
Emiten harus mempunyai pembukuan yang jelas รข€“dan sebaiknya terpisah- mengenai kegiatan usaha yang dibiayai, sehingga dapat dinyatakan dengan transparan dan adil manfaat atau hasil usaha yang diperoleh pada kegiatan usaha yang dibiayai.
Kegiatan Pasar Modal Menurut Syariah
Investasi Keuangan Syariah – Saham
Emisi Saham Syariah adalah saham-saham yang memenuhi ketentuan Dewan Syariah Nasional untuk dikategorikan sebagai saham yang sesuai dengan prinsip-prinisp Syariah Islam.
Investasi menurut definisi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana, pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkat nilainya di masa mendatang. Sedangkan investasi keuangan adalah menanamkan dana pada suatu surat berharga yang diharapkan akan meningkat nilainya di masa mendatang.
Investasi keuangan menurut Syariah dapat berkaitan dengan kegiatan perdagangan atau kegiatan usaha, dimana kegiatan usaha dapat berbentuk usaha yang berkaitan dengan suatu produk atau aset maupun usaha jasa. Namun investasi keuangan menurut Syariah harus terkait secara langsung dengan suatu aset atau kegiatan usaha yang spesifik dan menghasilkan manfaat, karena hanya atas manfaat tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Karena itu salah satu bentuk investasi yang sesuai dengan Syariah adalah membeli saham perusahaan, baik perusahaan non publik (private equity) maupun perusahaan publik/terbuka.
Investasi Keuangan Tidak Langsung – Reksa Dana
Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investa
Disamping investasi secara mandiri atau secara langsung, Investor juga dapat meminta pihak lain yang dipercaya dan dipandang lebih memiliki kemampuan untuk mengelola investasi. Sehingga timbul kebutuhan akan Manajer Investasi yang memahami investasi secara syariah dan kebutuhan akan Reksa Dana Syariah. Manajer Investasi, dengan aqad Wakala, akan menjadi wakil dari Investor untuk kepentingan dan atas nama Investor. Sedangkan Reksa Dana Syariah akan bertindak dalam aqad Mudharabah sebagai Mudharib yang mengelola dana/harta milik bersama dari para Pemilik Harta. Sebagai bukti penyertaan Pemilik Dana akan mendapat Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah. Tetapi Reksa Dana Syariah sebenarnya tidak bertindak sebagai Mudharib murni karena Reksa Dana Syariah akan menempatkan kembali dana ke dalam kegiatan Emiten melalui pembelian Efek Syariah. Dalam hal ini Reksa Dana Syariah berperan sebagai Mudharib dan Emiten berperan sebagai Mudharib. Oleh karena itu hubungan ini disebut sebagai ikatan Mudharaba Bertingkat.
Pembiayaan Usaha Syariah – Obligasi Syariah
Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Pembiayaan usaha berjangka panjang dalam bentuk bukan ekuitas dalam pasar modal dikenal sebagai pembiayaan dengan menerbitkan Obligasi. Menurut definisi Obligasi adalah surat berharga (efek) hutang jangka panjang yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan atau pemerintah (emiten) dengan ketentuan suku bunga dan tanggal jatuh tempo tertentu.
Jenis-jenis akad yang dapat digunakan dalam penerbitan Obligasi Syariah adalah:
(1)Mudharabah(Muqaradhah)/Qiradh
(2)Musyarakah
(3)Murabahah
(4)Salam
(5)Istishna
(6) Ijarah
Prinsip Syariah melarang untuk meminta atau memberi tambahan (imbalan) atas pemberian hutang karena hutang dikategorikan sebagai kegiatan tolong menolong yang lebih sarat unsur sosialnya. Sehingga dalam transaksi ekonomi Syariah tidak dikenal adanya hutang. Namun prinsip Syariah mengenal Kewajiban yang hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset/produk (maal) atau jasa (amal) yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiayaan. Kewajiban ini umumnya berkaitan dengan transaksi perniagaan dimana kondisi tidak tunai tersebut dapat terjadi karena penundaan pembayaran atau penundaan penyerahan obyek transaksi (mal atau amal).
Mekanisme Pasar Modal Menurut Syariah
Mekanisme Bursa Efek
Salah satu pilar dari bentuk pasar modal ideal adalah adanya infrastruktur informasi bursa efek yang transparan, tepat waktu dan merata di publik ditunjang oleh mekanisme pasar yang wajar. Mekanisme Bursa Efek yang wajar juga menyangkut kewajaran permintaan dan penawaran serta menyangkut niat Investor dalam melakukan transaksi. Secara umum mekanisme Bursa Efek yang wajar menurut Syariah meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1.Kewajaran Penawaran - menjual Efek yang Belum Dimiliki
Prinsip Syariah melarang suatu pihak untuk menjual barang (Efek) yang belum dimiliki. Akibatnya short selling dengan menjual Efek yang belum dimiliki untuk kemudian (berusaha) membeli Efek yang sama pada hari yang sama untuk memenuhi kewajiban yang terbentuk pada saat menjual Efek, menjadi dilarang.
2.Kewajaran Penawaran - mengganggu Jumlah Efek yang Beredar
Prinsip Syariah melarang gangguan pada penawaran yang dicontohkan dengan praktek menimbun barang dan praktek membeli hasil pertanian dari petani sebelum petani tersebut sampai di pasar.
3.Kewajaran Permintaan - adanya Permintaan Palsu
Prinsip Syariah melarang suatu pihak membeli atau mengajukan permintaan untuk membeli tanpa memiliki kebutuhan dan daya beli. Karena itu transaksi marjin dilarang karena Investor pembeli sebenarnya tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli Efek tersebut.
4.Kewajaran Kekuatan Pasar - Likuiditas Perdagangan
Pasar yang wajar akan menghasilkan harga transaksi yang wajar sehingga disebut sebagai harga pasar wajar. Oleh karena itu prinsip Syariah menginginkan adanya kegiatan pasar yang wajar, termasuk dalam hal likuiditas perdagangan. Sehingga harga yang terbentuk dalam transaksi di Bursa Efek merefleksikan kekuatan tawar menawar pasar yang sebenarnya.
Indeks Harga Syariah
Investasi dalam pasar modal, khususnya dalam saham, memiliki profil resiko dan hasil yang berbeda dengan investasi keuangan lainnya. Karena itu setiap investor perlu memahami apakah investasinya telah memberikan hasil yang lebih baik dari rata-rata pasar. Sehingga di pasar modal yang telah maju diperlukan adanya tolok ukur (benchmark) yang umumnya berupa suatu indeks harga, misalnya indeks harga saham. Disamping sebagai tolok ukur, indeks syariah diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan investor dan untuk mengembangkan reksa dana syariah. Melalui indeks syariah diharapkan investor lebih mendapatkan transparansi akan laporan keuangan yang disumbangkan oleh para praktisi, pemenuhan ketentuan syariah sebagai hasil peran serta Dewan Syariah Nasional serta accountibility dari pihak Bursa Efek yang melakukan monitoring.
Kesimpulan
Prinsip Syariah sebenarnya cukup jelas dan berkeadilan, sehingga sangat sesuai untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dalam menjaga keimanan, kehidupan, akal, keturunan dan harta benda mereka. Sayangnya banyak konsep yang baik dari Solusi Syariah ini belum difahami oleh masyarakat. Aqad-aqad Syariah penunjang transaksi ekonomi juga mempunyai rentang cakupan yang cukup luas dan layak diterapkan. Sementara investasi pada Efek berupa Saham maupun Obligasi pada hakekatnya sesuai dengan prinsip Syariah, kecuali pada hal-hal tertentu yang memerlukan penyesuaian. Khususnya pada kegiatan usaha dan hasil usaha Emiten yang harus memenuhi prinsip halal dan baik.
Mengingat hutang menurut Syariah tidak berhak atas tambahan atau hasil atas pengembalian hutang. Kewajiban dalam syariah dapat timbul dari perdagangan yang tidak tunai atau akibat kegiatan investasi. Secara alami investasi mengenal hasil positif atau negatif, sehingga pemilik dana yang melakukan investasi harus siap menanggung resiko. Sebenarnya istilah Obligasi bisa menyesatkan karena menurut ketentuan yang umum berlaku Obligasi adalah surat hutang jangka panjang. Karena itu untuk pengembangan Obligasi Syariah diperlukan inovasi aqad yang tetap harus dalam koridor Syariah Islam. Namun Obligasi Syariah sangat diperlukan untuk membina semangat investasi Syariah karena sifat kepastian hasil dan kemungkinan pengembalian modal awal investasi.
Mekanisme perdagangan Bursa Efek melalui sistim lelang menerus juga sesuai dengan prinsip Syariah. Namun ketentuan yang ada masih memungkinkan terciptanya kondisi gharar dan maysir dengan praktek tadlis (ketidak sempurnaan informasi), ikhtikar (gangguan pada penawaran) dan najasy (gangguan pada permintaan). Oleh karena itu perlu diterapkan tambahan ketentuan bagi Efek yang dicatat sebagai mengikuti prinsip Syariah (Efek Syariah). Ketentuan ini akan berlaku baik bagi Emiten maupun bagi Investor. Dengan demikian sebenarnya tidak perlu dibentuk bursa efek terpisah sebagai Bursa Efek Syariah. Namun bila dapat didirikan bursa efek terpisah sebagai Bursa Efek Syariah tentunya penerapan prinsip Syariah di Pasar Modal dapat lebih mudah dilaksanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar